Alhamdulillah 'alaa kulli haal..
Bulan Desember tahun ini sungguh menjadi desember terkelabu sepanjang usiaku...
Dan aku ingin menulisnya, menyimpannya sebagai sebuah kenangan yang dapat kubaca untuk diriku sendiri, dan anak-anakku di masa depan..
Tanggal 04 Desember, pukul 10.45 WIB di Ruang Dahlia RS Margono Purwokerto, mbah putri yang biasa kupanggil "Ibune" dari kecil berpulang ke Rahmatulloh (Aamiin)..
Perjalanan yang sangat singkat mengantarkan ibune menghadap sang Kholiq, tanpa kata, tanpa pamitan, tanpa firasat apa-apa...
Jakarta, 1 Desember 2016
Ada sms masuk dari bulik....."mi, ibune nang rsi" (mi, ibu di rumah sakit islam)
Seketika panik langsung melanda, kenapa? ada apa?bertubi-tubi sms aku kirimkan ke bulikku, ibu (kandungku), dan paklikku, aku menahan diri tidak menelpon karena aku tidak tahu situasi di sana
Lama smsku baru dibalas, kabar stroke separo badan, ga sadar dan ga bisa bicara membuatku lemes seperti kehilangan tulang-tulangku..
Tidak ada firasat apa-apa, aku tetap berkhusnudhon, beliau baik-baik saja dan akan segera pulih kembali, sadar dan bicara lagi pada kami..tapi itu tidak pernah terjadi *tears
Jum'at pagi, aku langsung berangkat pulang ke Banjar dan tidak masuk kantor. Ada trauma tersendiri ketika di masa lalu aku tidak segera pulang saat dikabari ibunya bapak sakit dan akhirnya meninggal..
Sesampai di purwokerto, dalam perjalanan bis, adikku menelponku menanyakan dimana posisiku, dia menyuruhku pulang aja langsung ke rsi. Jantungku mencelos, apa beliau sudah pergi? apa beliau tidak menungguku datang, melihatku pulang....
Siang jam 13.30 aku sampai di rsi, shocked ternyata kondisi ibune lebih buruk dari yang aku bayangkan, beliau tidak membuka mata, tidak merespon dipanggil, hanya tangan dan kaki kirinya yang masih terus bergerak normal...
Suaraku tercekat membisik di telinga beliau, aku pulang bu....aku pulang, katanya mau ngobrol bu, kemarin minggu aku telpon beliau dan beliau nanya kapan aku pulang? sudah 28 hari sejak keberangkatanku sebelumnya, dan aku tertawa, kok dihitung si bu?
Beliau bilang, ya iya kemarin kan kamu berangkat hari minggu (apa pon, kliwon, aku ga ingat). Aku sempat menanyakan kondisi mata beliau, masih sakit apa ga dan aku memaksa untuk segera ke dokter spesialis mata, beliau takut nanti dioperasi. Aku bujuk-bujuk, ga dioperasi bu kalau ibu ga mau dan lagi kan belum tahu sakitnya karena apa makanya ke dokter spesialis dulu.
Beliau juga bertanya, kenapa adikku dan sepupuku ga pernah telpon, kenapa cuma aku yang sering telpon. Ah ibu dan aku lupa bilang ke adikku untuk menelponmu bu....sampai hari engkau jatuh sakit dan tidak bisa bicara lagi.
Mereka pun bercerita, bagaimana engkau duduk di halaman ketika menerima telponku, engkau terlihat begitu bahagia, sesekali tertawa dan tersenyum. Bahkan engkau pun akhirnya mau untuk pergi ke dokter, "dibilangi umi, katanya ke dokter spesialis mata aja". Tapi sebelum hari bertemu dokter mata, engkau lebih dulu masuk rumah sakit karena stroke itu.
Jum'at sore 2 Desember, perawat datang dan memberitahuku kalo RS Margono bisa menerima pasien di IGD untuk diobservasi tapi belum bisa masuk ruangan rawat inap. Setelah berdiskusi, kami memutuskan membawa beliau ke Margono, setelah urusan administrasi dan ambulan, jam 21.00 kami berangkat, ada aku, adikku, dan Bapak yang ikut di ambulan.
Rasanya malam itu sangat menyayat hati, sejak pertama sirine dibunyikan air mata sudah menggenang di mata, beliau masih hidup batinku tak perlulah sirine, apa beliau tahu akan dibawa kemana?? bahkan tangan kiri beliau masih pegangan ke tabung oksigen.
Jam 21.45 kami tiba di IGD Margono, Ibune langsung masuk ruangan dan diperiksa dokter jaga, beliau dipanggil tetap diam, ditekan dadanya baru bereaksi, dan beliau masih berusaha merespon cepat perintah dokter dengan mengangkat tangan kirinya ke atas ketika dokter menyuruhnya. Ada sedikit lega......
Tengah malam 23.30, paman memanggilku menemani ke ruang rontgen dan CT scan, tengah malam buta dan tidak ada orang pun. Aku pikir, segala proses itu akan dilakukan esok paginya, ternyata malam itu juga, kembali ada sedikit perasaan lega dan harapan beliau akan sembuh...
Pagi shubuh, ibuku heboh keluar mencariku dan bapakku, dengan bahagia Ia bilang "Ibune barusan membuka mata menatapku, tangannya mengusap-usap wajahku" setengah tercekat dan terharu beliau bercerita. Kami pun mengucap sukur berulang-ulang
Aku menghampiri beliau, bergantian jaga, benar beliau membuka mata dan seperti menatapku, tangannya memegang erat jari-jariku, tatapan matanya sedih entah apa yang ingin dikatakan, aku berusaha tersenyum dan gembira bilang "semangat ya bu, insyaa Alloh sembuh", beliau memegang lenganku, kemudian menarik jilbabku, entah apa maksudnya, apa beliau minta jilbab?? beliau terus mengusap rambut dari dahi....
Sampai hari ini aku menyesal kenapa tidak kucarikan jilbab apapun untuk menutupi rambut beliau waktu itu..
Sejak pagi, beliau demam, panas tinggi, jika saja beliau bisa bicara tentu beliau sudah mengeluh dan aku sama sekali tidak ingat bahwasanya ketika sakaratul maut akan datang maka seseorang akan mengalami demam dan panas tinggi. Hari itu, beliau dikasih susu dari selang hidung, beliau tidak makan dan minum sejak kamis siang...dan hari sebelumnya aku sempat mengoleskan air kacang hijau di bibirnya, minuman kesukaan beliau
Menjelang sore beliau seperti tidur, tidak banyak bergerak, berkeringat dan demamnya mulai turun, kami kira ia tidur karena merasa enakan, tapi semakin diperhatikan, ada yang berubah dari warna kuku dan telapak tangan beliau, pucat, kuning, dan gerakannya melambat bahkan gemetar...kami masih berharap ia sembuh
Tengah malam akhirnya aku tertidur dan bangun menjelang subuh, beliau mendengkur, nafasnya memburu.....
Paman mengajak kami bicara, yah kondisi beliau terus menurun sejak semalam, kami harus belajar mengikhlaskan jika ia harus pergi, doa-doa agar beliau sembuh kami ganti menjadi pilihan yang terbaik menurutNYA, kami pun tidak tega melihat kondisi beliau seperti itu......
Aku masih tegar, belum meneteskan air mata, mereka mengaji, aku berdoa dan duduk di depan ranjang beliau, seperti memutar film kenangan setiap hari yang pernah berlalu....terus sampai siang ayat suci, doa mengalun dari kami anak cucunya, sampai ketika aku bacakan kalimat tauhid dan artinya di telinga beliau, aku bacakan ayat-ayat terakhir surat Al Fajr dan maknanya, pada titik itu aku tidak bisa membendung air mataku.....
Yaa ayatuhannafsul muthmainnah
(wahai jiwa yang tenang)
Irji'i ilaa Robbiki rodhiyatammardiyyah
(kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridho dan diridhoinya)
Fadzhuli fi 'ibadiy
(masuklah ke dalam golonganKU)
Fadzhuli jannati
(masuklah ke syurgaKU)
Dan pukul 10.45 akhirnya beliau pergi untuk selamanya, meninggalkan kami semua...
Dan tangisku pun pecah, dadaku sesak, ada pilu, ada rasa takut menghadapi hari-hari selanjutnya tanpa beliau, beliau yang selalu menungguku pulang, beliau yang mengantar setiap keberangkatanku
Ibu...
Semoga Alloh melindungimu dari siksa kubur, semoga Alloh mengampuni dosa-dosamu dan menerima amal sholihmu...
Doa kami selalu terpanjatkan untukmu..
Semoga Alloh mempertemukan kita kembali di syurgaNYA...
Selamat jalan Ibu.....
Bulan Desember tahun ini sungguh menjadi desember terkelabu sepanjang usiaku...
Dan aku ingin menulisnya, menyimpannya sebagai sebuah kenangan yang dapat kubaca untuk diriku sendiri, dan anak-anakku di masa depan..
Tanggal 04 Desember, pukul 10.45 WIB di Ruang Dahlia RS Margono Purwokerto, mbah putri yang biasa kupanggil "Ibune" dari kecil berpulang ke Rahmatulloh (Aamiin)..
Perjalanan yang sangat singkat mengantarkan ibune menghadap sang Kholiq, tanpa kata, tanpa pamitan, tanpa firasat apa-apa...
Jakarta, 1 Desember 2016
Ada sms masuk dari bulik....."mi, ibune nang rsi" (mi, ibu di rumah sakit islam)
Seketika panik langsung melanda, kenapa? ada apa?bertubi-tubi sms aku kirimkan ke bulikku, ibu (kandungku), dan paklikku, aku menahan diri tidak menelpon karena aku tidak tahu situasi di sana
Lama smsku baru dibalas, kabar stroke separo badan, ga sadar dan ga bisa bicara membuatku lemes seperti kehilangan tulang-tulangku..
Tidak ada firasat apa-apa, aku tetap berkhusnudhon, beliau baik-baik saja dan akan segera pulih kembali, sadar dan bicara lagi pada kami..tapi itu tidak pernah terjadi *tears
Jum'at pagi, aku langsung berangkat pulang ke Banjar dan tidak masuk kantor. Ada trauma tersendiri ketika di masa lalu aku tidak segera pulang saat dikabari ibunya bapak sakit dan akhirnya meninggal..
Sesampai di purwokerto, dalam perjalanan bis, adikku menelponku menanyakan dimana posisiku, dia menyuruhku pulang aja langsung ke rsi. Jantungku mencelos, apa beliau sudah pergi? apa beliau tidak menungguku datang, melihatku pulang....
Siang jam 13.30 aku sampai di rsi, shocked ternyata kondisi ibune lebih buruk dari yang aku bayangkan, beliau tidak membuka mata, tidak merespon dipanggil, hanya tangan dan kaki kirinya yang masih terus bergerak normal...
Suaraku tercekat membisik di telinga beliau, aku pulang bu....aku pulang, katanya mau ngobrol bu, kemarin minggu aku telpon beliau dan beliau nanya kapan aku pulang? sudah 28 hari sejak keberangkatanku sebelumnya, dan aku tertawa, kok dihitung si bu?
Beliau bilang, ya iya kemarin kan kamu berangkat hari minggu (apa pon, kliwon, aku ga ingat). Aku sempat menanyakan kondisi mata beliau, masih sakit apa ga dan aku memaksa untuk segera ke dokter spesialis mata, beliau takut nanti dioperasi. Aku bujuk-bujuk, ga dioperasi bu kalau ibu ga mau dan lagi kan belum tahu sakitnya karena apa makanya ke dokter spesialis dulu.
Beliau juga bertanya, kenapa adikku dan sepupuku ga pernah telpon, kenapa cuma aku yang sering telpon. Ah ibu dan aku lupa bilang ke adikku untuk menelponmu bu....sampai hari engkau jatuh sakit dan tidak bisa bicara lagi.
Mereka pun bercerita, bagaimana engkau duduk di halaman ketika menerima telponku, engkau terlihat begitu bahagia, sesekali tertawa dan tersenyum. Bahkan engkau pun akhirnya mau untuk pergi ke dokter, "dibilangi umi, katanya ke dokter spesialis mata aja". Tapi sebelum hari bertemu dokter mata, engkau lebih dulu masuk rumah sakit karena stroke itu.
Jum'at sore 2 Desember, perawat datang dan memberitahuku kalo RS Margono bisa menerima pasien di IGD untuk diobservasi tapi belum bisa masuk ruangan rawat inap. Setelah berdiskusi, kami memutuskan membawa beliau ke Margono, setelah urusan administrasi dan ambulan, jam 21.00 kami berangkat, ada aku, adikku, dan Bapak yang ikut di ambulan.
Rasanya malam itu sangat menyayat hati, sejak pertama sirine dibunyikan air mata sudah menggenang di mata, beliau masih hidup batinku tak perlulah sirine, apa beliau tahu akan dibawa kemana?? bahkan tangan kiri beliau masih pegangan ke tabung oksigen.
Jam 21.45 kami tiba di IGD Margono, Ibune langsung masuk ruangan dan diperiksa dokter jaga, beliau dipanggil tetap diam, ditekan dadanya baru bereaksi, dan beliau masih berusaha merespon cepat perintah dokter dengan mengangkat tangan kirinya ke atas ketika dokter menyuruhnya. Ada sedikit lega......
Tengah malam 23.30, paman memanggilku menemani ke ruang rontgen dan CT scan, tengah malam buta dan tidak ada orang pun. Aku pikir, segala proses itu akan dilakukan esok paginya, ternyata malam itu juga, kembali ada sedikit perasaan lega dan harapan beliau akan sembuh...
Pagi shubuh, ibuku heboh keluar mencariku dan bapakku, dengan bahagia Ia bilang "Ibune barusan membuka mata menatapku, tangannya mengusap-usap wajahku" setengah tercekat dan terharu beliau bercerita. Kami pun mengucap sukur berulang-ulang
Aku menghampiri beliau, bergantian jaga, benar beliau membuka mata dan seperti menatapku, tangannya memegang erat jari-jariku, tatapan matanya sedih entah apa yang ingin dikatakan, aku berusaha tersenyum dan gembira bilang "semangat ya bu, insyaa Alloh sembuh", beliau memegang lenganku, kemudian menarik jilbabku, entah apa maksudnya, apa beliau minta jilbab?? beliau terus mengusap rambut dari dahi....
Sampai hari ini aku menyesal kenapa tidak kucarikan jilbab apapun untuk menutupi rambut beliau waktu itu..
Sejak pagi, beliau demam, panas tinggi, jika saja beliau bisa bicara tentu beliau sudah mengeluh dan aku sama sekali tidak ingat bahwasanya ketika sakaratul maut akan datang maka seseorang akan mengalami demam dan panas tinggi. Hari itu, beliau dikasih susu dari selang hidung, beliau tidak makan dan minum sejak kamis siang...dan hari sebelumnya aku sempat mengoleskan air kacang hijau di bibirnya, minuman kesukaan beliau
Menjelang sore beliau seperti tidur, tidak banyak bergerak, berkeringat dan demamnya mulai turun, kami kira ia tidur karena merasa enakan, tapi semakin diperhatikan, ada yang berubah dari warna kuku dan telapak tangan beliau, pucat, kuning, dan gerakannya melambat bahkan gemetar...kami masih berharap ia sembuh
Tengah malam akhirnya aku tertidur dan bangun menjelang subuh, beliau mendengkur, nafasnya memburu.....
Paman mengajak kami bicara, yah kondisi beliau terus menurun sejak semalam, kami harus belajar mengikhlaskan jika ia harus pergi, doa-doa agar beliau sembuh kami ganti menjadi pilihan yang terbaik menurutNYA, kami pun tidak tega melihat kondisi beliau seperti itu......
Aku masih tegar, belum meneteskan air mata, mereka mengaji, aku berdoa dan duduk di depan ranjang beliau, seperti memutar film kenangan setiap hari yang pernah berlalu....terus sampai siang ayat suci, doa mengalun dari kami anak cucunya, sampai ketika aku bacakan kalimat tauhid dan artinya di telinga beliau, aku bacakan ayat-ayat terakhir surat Al Fajr dan maknanya, pada titik itu aku tidak bisa membendung air mataku.....
Yaa ayatuhannafsul muthmainnah
(wahai jiwa yang tenang)
Irji'i ilaa Robbiki rodhiyatammardiyyah
(kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridho dan diridhoinya)
Fadzhuli fi 'ibadiy
(masuklah ke dalam golonganKU)
Fadzhuli jannati
(masuklah ke syurgaKU)
Dan pukul 10.45 akhirnya beliau pergi untuk selamanya, meninggalkan kami semua...
Dan tangisku pun pecah, dadaku sesak, ada pilu, ada rasa takut menghadapi hari-hari selanjutnya tanpa beliau, beliau yang selalu menungguku pulang, beliau yang mengantar setiap keberangkatanku
Ibu...
Semoga Alloh melindungimu dari siksa kubur, semoga Alloh mengampuni dosa-dosamu dan menerima amal sholihmu...
Doa kami selalu terpanjatkan untukmu..
Semoga Alloh mempertemukan kita kembali di syurgaNYA...
Selamat jalan Ibu.....
Comments